A.
Pengertian
Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah
sehari-hari sering disebut dengan safety saja, oleh American Society of Safety Engineers (ASSE) diartikan sebagai
bidang kegiatan yang ditujukan untuk mencegah semua jenis kecelakaan yang ada
kaitannya dengan lingkungan dan situasi kerja. Sedangkan secara filosofi
diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan
manusia pada umumnya serta hasil karya dan budayanya. Dari segi keilmuan
diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Definisi keselamatan
kerja menurut para ahli:
a) Menurut Suma’mur, 1995 keselamatan
kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja,
bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta
cara-cara melakukan pekerjaan.
b) Menurut Ramlan Dj, 2006, pelaksanaan
keselamatan kerja adalah berkaitan dengan upaya pencegahan kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh berbagai faktor bahaya, baik berasal
dari penggunaan mesin-mesin produksi maupun lingkungan kerja serta tindakan
pekerja sendiri.
c)
Menurut
Rika Ampuh Hadiguna, 2009 Keselamatan kerja adalah proses merencanakan dan
mengendalikan situasi yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja melalui
persiapan prosedur operasi standar yang menjadi acuan dalam bekerja.
d)
Menurut
Tulus Agus, 1989 Keselamatan kerja adalah membuat kondisi kerja yang aman
dengan dilengkapi alat-alat pengaman, penerangan yang baik, menjaga lantai dan
tangga bebas dari air, minyak, nyamuk dan memelihara fasilitas air yang baik.
e)
Menurut
Malthis dan Jackson (2002), keselamatan kerja adalah menunjuk pada perlindungan
kesejahteraan fisik dengan dengan tujuan mencegah terjadinya kecelakaan atau
cedera terkait dengan pekerjaan.
Jadi Keselamatan
kerja adalah sebuah kondisi di manapara karyawan terlindungi dari cedera yang
disebabkan oleh berbagai kecelakaan
yang berhubungan dengan pekerjaan. Secara umum keselamatan
kerja dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan dan penerapannya yang berkaitan
dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan
tempat kerja dan lingkungan kerja dan sebagai unsur-unsur penunjang seorang
karyawan agar selamat saat sedang bekerja dan setelah mengerjakan pekerjaannya serta
cara melakukan pekerjaan guna menjamin keselamatan tenaga kerja dan aset
perusahaan agar terhindar dari kecelakaan dan kerugian lainnya. Keselamatan
kerja juga meliputi penyediaan APD, perawatan mesin dan pengaturan jam kerja
yang manusiawi.
Adapun
Unsur penunjang keselamatan kerja, yaitu adanya unsur keamanan dan kesehatan
kerja, kesadaran keamanan dan kesehatan kerja, teliti dalam bekerja dan
melaksanakan prosedur kerja.
Dalam
konsep pengelolaan keselamatan kerja modern (Modern Safety Management = MSM) dikenal 2 definisi keselamatan
kerja. Pertama, didefinisikan sebagai bebas dari kecelakaan-kecelakaan atau
bebas dari kondisi sakit, luka atau bebas dari kerugian. Kedua, didefinisikan
sebagai pengontrolan kerugian. Definisi ini lebih fungsional karena berkaitan
dengan luka, sakit, kerusakan harta dan kerugian terhadap proses. Definisi
kedua ini juga termasuk dalam hal pencegahan kecelakaan dan mengusahakan
seminimum mungkin terjadinya kerugian.
Dalam hubungan kondisi-kondisi dan
situasi di Indonesia, keselamatan kerja dinilai seperti berikut:
- Keselamatan kerja adalah sarana utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat dan kematian sebagai akibat kecelakaan kerja. Keselamatan kerja yang baik adalah pintu gerbang bagi keamanan tenaga kerja, kecelakaan selain menjadi sebab hambatan-hambatan langsung juga merupakan kerugian-kerugian secara tidak langsung, yakni kerusakan mesin dan peralatan kerja, terhentinya proses produksi untuk beberapa saat, kerusakan pada lingkungan kerja dan lain-lain. Biaya-biaya sebagai akibat kecelakaan kerja, baik langsung ataupun tidak langsung, cukup bahkan kadang-kadang terlampau besar sehingga bila diperhitungkan secara nasional hal itu merupakan kehilangan yang berjumlah besar.
- Analisa kecelakaan secara nasional berdasarkan angka-angka yang masuk atas dasar wajib lapor kecelakaan dan data kompensasinya, dewasa ini seolah-olah relatif rendah dibandingkan dengan banyaknya jam kerja tenaga kerja.
- Potensi-potensi bahaya yang mengancam keselamatan pada berbagai sektor kegiatan ekonomi jelas dapat diobservasi, misalnya:
Ø Sektor pertanian yang juga meliputi
perkebunan menampilkan aspek-aspek bahaya potensial seperti modernisasi
pertanian dengan penggunaan racun-racun hama dan pemakaian alay baru seperti
mekanisasi.
Ø Sektor industri disertai
bahaya-bahaya potensial seperti keracunan- keracunan bahan kimia,
kecelakaan-kecelakaan oleh mesin, kebakaran, ledakan-ledakan dan lain-lain.
Ø Sektor pertambangan mempunyai
risiko-risiko khusus sebagai akibat kecelakaan tambang, sehingga keselamatan
pertambangan perlu dikembangkan secara sendiri, minyak dan gas bumi termasuk
daerah rawan kecelakaan.
Ø Sektor perhubungan ditandai dengan
kecelakaan-kecelakaan lalu lintas darat, laut dan udara serta bahaya-bahaya
potensial pada industri pariwisata, demikian pula telekomunikasi mempunyai
kekhususan dalam risiko bahaya.
Ø Sektor jasa, walaupun biasanya tidak
rawan kecelakaan juga menghadapkan problematik bahaya kecelakaan khusus.
- Menurut observasi, angka frekuensi untuk kecelakaan-kecelakaan ringan yang tidak menyebabkan hilangnya hari kerja tetapi hanya jam kerja masih terlalu tinggi. Padahal dengan hilangnya satu atau dua jam sehari mengakibatkan kehilangan jam kerja yang besar secara keseluruhan.
- Analisa kecelakaan memperlihatkan bahwa untuk setiap kecelakaan ada faktor penyebabnya, sebab-sebab tersebut bersumber kepada alat-alat mekanik dan lingkungan serta kepada manusianya sendiri. Untuk mencegah kecelakaan, penyebab-penyebab ini harus dihilangkan.
- 85% dari sebab-sebab kecelakaan adalah faktor manusia, maka dari itu usaha-usaha keelamatan selain ditujukan kepada teknik mekanik juga harus memperhatikan secara khusus aspek manusiawi. Dalam hubungan ini, pendidikan dan penggairahan keselamatan kerja kepada tenaga kerja merupakan sarana yang sangat penting.
- Sekalipun upaya-upaya pencegahan telah maksimal, kecelakaan masih mungkin terjadi dan dalam hal ini adalah besar peranan kompensasi kecelakaan sebagai suatu segi jaminan sosial untuk meringankan bebab penderita.
B.
Tujuan
Keselamatan Kerja
Tujuan keselamatan kerja menurut Sudjan
Manulang (2001)adalah:
a. Melindungi keselamatan pekerja dalam
melakukan pekerjaannya untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produktifitas
nasional.
b. Menjamin keselamatan setiap orang
lain yang berada ditempat kerja.
c. Sumber produksi
terpelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.
Tujuan
keselamatan kerja menurut Suma’mur (1981) adalah sebagai berikut:
a. Para pegawai mendapat jaminan
keselamatan dan kesehatan kerja.
b. Agar setiap perlengkapan dan
peralatan kerja dapat digunakan sebaik-baiknya.
c. Agar semua hasil produksi
terpelihara keamanannya.
d. Agar adanya jaminan atas
pemeliharaan dan peningkatan gizi pegawai.
f. Terhindar dari gangguan kesehatan
yang disebabkan oleh lingkungan kerja.
g. Agar pegawai merasa aman dan
terlindungi dalam bekerja.
Adapun alasan
yang berkaitan dengan tujuan dan pentingnya keselamatan kerja adalah:
a) Manfaat Lingkungan Yang Aman Dan
Sehat
Jika perusahaan dapat menurunkan
tingkat dan beratnya kecelakaan – kecelakaan kerja, penyakit, dan hal – hal
yang berkaitan dengan stress, serta mampu meningkatkan kulitas kehidupan kerja
para pekerja, perusahan akan semakin efektif. Peningkatan – peningkatan
terhadap hal ini akan mengasilkan :
·
Mengingkatkan
produktivitas karena menurunnya jumlah hari kerja yang hilang.
·
Menginkatnya
efisensi dan kualitas kerja yang lebih berkomitmen
·
Menurunnya
biaya – biaya kesehatan dan asuransi
·
Tingkat
Kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih rendah karena menurunnya
pengajuan klaim
·
Felksibilitas
dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat dari meningkatnya partisipasi
dan rasa kepemilikan
·
Rasio
seleski tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatnya citra perusahaan
b) Kerugian Lingkungan Kerja Yang Tidak
Aman dan Tidak Sehat
Jumlah biaya yang besar sering
muncul karena ada kerugian – kerugian akibat kematian dan kecelakaan di tempat
kerja dan kerugian menderita penyakit – penyakit yang berkaitan dengan kondisi
pekerjaan
Jadi
secara umum dapat disimpulkan bahwa bidang keselamatan kerja mempunyai tujuan
untuk mencegah atau mengurangi resiko terjadinya gangguan kesehatan melalui perancangan
sistem kerja (contoh: desain alat, mesin, alat pelindung diri, manajemen resiko
dll bahkan sampai tingkat sosial seperti desain organisasi kerja, waktu kerja,
dll) yang baik. Intinya keselamatan kerja ’mencegah’ munculnya gangguan
kesehatan kerja.
Perlunya
Menjalankan Program Keselamatan Kerja untuk :
1. Mencegah kerugian
fisik dan finansial yang bisa diderita karyawan.
2. Mencegah
terjadinya gangguan terhadap produktivitas perusahaan.
3. Menghemat
biaya premi asuransi.
4. Menghindari
tuntutan hukum.
C.
Ruang
Lingkup Keselamatan Kerja
Menurut Undang-undang
No. 1 Tahun 1970 pasal 2 ruang lingkup keselamatan kerja mencakup dalam segala tempat kerja, baik
di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang
berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Ketentuan-ketentuan ruang lingkup tersebut berlaku dalam
tempat kerja di mana:
a. dibuat, dicoba, dipakai atau
dipergunakan mesin, pesawat, alat, mekanik. perkakas, peralatan atau instalasi
yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan;
b. dibuat, diolah, dipakai,
dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau disimpan bahan atau barang yang dapat
meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, bersuh
tinggi;
c. dikerjakan pembangunan, perbaikan,
perawatan, pembersihan atau pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya,
termasuk bangunan pengairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan
sebagainya atau dimana dilakukan pekerjaan persiapan;
d. dilakukan usaha : pertanian,
perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan
lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan kesehatan;
e. dilakukan usaha pertambangan dan
pengolahan emas, perak, logam atau bijih logam lainnya, batu-batuan, gas,
minyak atau mineral lainnya, baik di permukaan atau di dalam bumi, maupun di
dasar perairan;
f. dilakukan pengangkutan barang,
binatang atau manusia, baik di daratan, melalui terowongan, di permukaan air,
dalam air maupun di udara;
g. dikerjakan bongkar-muat barang
muatan di kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun atau gudang;
h. dilakukan penyelaman, pengambilan
benda dan pekerjaan lain di dalam air;
i.
dilakukan
pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah atau perairan;
j.
dilakukan
pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah;
k. dilakukan pekerjaan yang mengandung
bahaya tertimbun tanah, kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau
terperosok, hanyut atau terpelanting;
l.
dilakukan
pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang;
m. terdapat atau menyebar suhu,
kelembaban, debu, kotoran, api, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar
atau radiasi, suara atau getaran;
n. dilakukan pembuangan atau pemusnahan
sampah atau limbah;
o. dilakukan pemancaran, penyiaran atau
penerimaan radio, radar, televisi atau telepon;
p. dilakukan pendidikan, pembinaan,
percobaan, penyelidikan atau riset (penelitian) yang menggunakan alat teknis;
q. dibangkitkan, dirubah, dikumpulkan,
disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan listrik, gas, minyak atau air;
r.
diputar
film, dipertunjukkan sandiwara atau diselenggarakan rekreasi lainnya yang
memakai peralatan, instalasi listrik
D.
Syarat-syarat
Keselamatan Kerja
Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 Pasal 3 ditetapkan
syarat-syarat keselamatan kerja untuk:
a) mencegah dan mengurangi kecelakaan;
b) mencegah, mengurangi dan memadamkan
kebakaran;
c) mencegah dan mengurangi bahaya
peledakan;
d) memberi kesempatan atau jalan
menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang
berbahaya;
e) memberi pertolongan pada kecelakaan;
f) memberi alat-alat perlindungan diri
pada para pekerja;
g) mencegah dan mengendalikan timbul
atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan
angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran;
h) mencegah dan mengendalikan timbulnya
penyakit akibat kerja baik physik maupun psychis, peracunan, infeksi dan
penularan;
i)
memperoleh
penerangan yang cukup dan sesuai;
j)
menyelenggarakan
suhu dan lembab udara yang baik;
k) menyelenggarakan penyegaran udara
yang cukup;
l)
memelihara
kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
m) memperoleh keserasian antara tenaga
kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya;
n) mengamankan dan memperlancar
pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang;
o) mengamankan dan memelihara segala
jenis bangunan;
p) mengamankan dan memperlancar
pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan penyimpanan barang;
q) mencegah terkena aliran listrik yang
berbahaya;
r) menyesuaikan dan menyempurnakan
pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
E.
Disiplin Keselamatan Kerja
Disiplin keselamatan kerja
lebih banyak ditujukan kepada masalah terjadinya kecelakaan dan kehilangan
harta benda. Karena itu bidang garapannya meliputi ancaman bahaya kebakaran,
kecelakaan, tumpahan, nyaris celaka dan lingkungan. Keselamatan kerja banyak
dikuasai oleh insinyur baik insinyur keselamatan, insinyur teknik industri
(bidang teknik yang sangat concern dengan ergonomi industri kaitannya dengan
keselamatan kerja secara keseluruhan), insinyur teknik elektro (keselamatan
listrik), insinyur teknik kimia (keselamatan kimia), dll.
F.
Program Keselamatan Kerja
Pada
dasarnya program keselamatan kerja dibuat untuk menciptakan suatu lingkungan
dan perilaku kerja yang aman dan nyaman pada saat melakukan kegiatan kerja guna
mencapai tujuan keberhasilan suatu usaha yang baik.
Usaha
keselamatan kerja merupakan partisipasi dan kerja sama antara pegelola usaha
dan para karyawan atau pekerja itu sendiri karena kesehatan dan keselamatan
para karyawan berpengaruh terhadap produktifitas kerja dan mempengaruhi
keberhasilan suatu usaha.
Program
keselamatan kerja yang baik adalah program yang didasarkan pada prinsip close
the loop atau prinsip penindaklanjutan hingga tuntas. Secanggih apapun program
yang ditawarkan, jikalau berhenti di tengah jalan dan tidak diikuti dengan
tindak lanjut yang nyata tentu tidak memiliki arti. Baik Internationa Loss
Control Institute (ILCI) maupun National Occupational Safety Association (NOSA)
menyebutkan bahwa sistem keselamatan kerja yang efektif harus memenuhi
prinsip-prinsip sebagai berikut :
a. Identifikasi
Bahaya (Identification Hazzard)
Adalah tidak sama bahaya di
lingkungan kerja satu dengan yang lain. Untuk program yang umum dijumpai di
industri pertambangan dalam kaitannya dengan prinsip ini antara lain :
F Program pengenalan dan peduli bahaya
(Hazzard Recognition and awareness Program)
F Program komunikasi bahaya dan
inventori bahan kimia ( Hazard Communication and Chemical Inventory Program)
F Program Pemantauan Higiena
Perusahaan
F Program Percontoh (Sampling Program)
F STOP Program
F Program Penilaian Resiko (Risk Assesment
Program)
F Program Inspeksi Keselamatan Kerja
(Safety Inspection Program)
F Audit Dasar Pihak Ketiga (Third
Party Baseline Audit)
b.
Menyusun Standart Kinerja Dan Sistem Pengukuran (Set
Standart of Performance and Measurement)
Di dalam langkah ini dipandang
sangat penting untuk menmbuat standart, prosedur atau kebijakan yang berkaitan
dengan potensi bahaya yang telah diketahui. Dalam penyusunan prosedur ini
sebaiknya melibatkan semua tingkatan managemen dan pelaksana di lapangan.
F Program Penyusunan Kebijakan,
Standart Kerja, Prosedur dengan tolok ukur standart institusi international,
pemerintah dan pabrik.
F Program Review Prosedur Kritis
(Critical Prosedur Review)
F Program Inspeksi Keselamatan Kerja
(Safety Inspection Program)
F Program Pertanggunggugatan
Keselamatan Kerja (Safety Accountability Program)
F Program Pertemuan Keselamatan Kerja
(Safety Meeting Program)
c.
Menyusun Standart Pertangunggugatan (Set Standard of
Accountability)
Langkah ini adalah untuk menetapkan
sistem pertanggunggugatan untuk masing-masing tingkatan manajemen. Program yang
sering dijumpai berkaitan dengan langkah ini adalah:
F Program Standarisasi Penugasan
(Assignment Standardization Program )
F Program Standarisasi
Pertanggunggugatan (Accountability Standardisation Program)
F Program Evaluasi Diskripsi Kerja
(Job Description Evaluation Program)
F Program KRA-KPI
d.
Mengukur Kinerja Terhadap Standar yang Ditentukan
(Measure Performance against Standard)
Langkah ini untuk mengetahui
seberapa tinggi kinerja yang dipakai terhadap standar yang ada. Beberapa
program yang telah sangat dikenal dalam langkah ini adalah :
F Audit keselamatan kerja Internal dan
Eksternal (Internal & External Safety Audit)
F Inspeksi Keselamatan Kerja (Safety
Inspection Program)
F Program Analisa Kecelakaan (Accident
Investigation Program)
F NOSA Five Starrs Grading Audit
F Housekeeping Evaluation
e.
Mengevaluasi Hasil yang dicapai (Evaluate Outcome)
Termasuk dalam langkah ini adalah
mengevaluasi adanya penyimpangan dari peraturan perundangan dan standar
internasional yang berlaku. Contoh program dalam langkah ini antara lain:
F Program statistik kecelakaan (Safety
Statistic Program)
F Program Pelaporan ke Pemerintah
(Government Reporting )
F Program Analisa Kecelakaan (accident
Analysis Program)
F Evaluasi Kesehatan Karyawan (Medical
Evaluation)
F Program Perlindungan Pendengaran dan
Pernafasan
F Audit Follow up
f.
Melakukan Koreksi Terhadap Penyimpangan yang Ada
(Correct Deviations and Deficiencies )
Salah satu contoh yang amat dikenal
dalam langkah ini adalah :
F Program Penghargaan Safety (Safety
Recognition Program)
F Program Koreksi Tuntas (Correction
–Close The Loop Program)
F Program Pertemuan Kepala Teknik
Tambang (Technical Manager Meeting)
G. Fokus
Program Keselamatan Kerja
Program keselamatan
kerja difokuskan pada dua aspek:
1) Perilaku Kerja:
a) Membentuk sikap karyawan yang pro-keselamatan kerja.
b) Mendorong upaya seluruh karyawan
untuk mewujudkan keselamatan kerja,
mulai dari manajemen puncak hingga karyawan level terendah.
c) Menekankan tanggung jawab para
manajer dalam melaksanakan program keselamatan kerja.
2) Kondisi Kerja:
Mengembangkan dan memelihara lingkungan kerja fisik yang
aman, misalnya dengan penyediaan alat-alat pengaman.
H. Usaha-usaha
untuk Tercapainya Keselamatan Kerja
1) Job Hazard
analysis
Proses untuk mempelajari dan
menganalisa suatu jenis pekerjaan kemudian membagi pekerjaan tsb ke dalam
langkah langkah menghilangkan bahaya yang mungkin terjadi.
Contoh hasil job hazard analysis:
ü Repetitive Stress Injuries: suatu
kondisi yang disebabkan terlalu banyak tekanan pada persendian akibat melakukan
suatu gerakan berulang a.l Carpal Tunnel Syndrome : tekanan pada syaraf karena
penyempitan pembuluh tempat syaraf tsb
akibat gerakan/posisi tertentu yang berulang
ü Ergonomic problem Interaksi manusia
dengan usaha kerja, peralatan, perlengkapan, dan lingkungan fisik yang kurang
cocok/nyaman.
2) Risk
Management
mengantisipasi kemungkinan
kerugian/kehilangan (waktu,produktivitas,dll) yang berkaitan dengan program
keselamatan dan penanganan hukum
3) Adanya
Safety Engineer
memberikan pelatihan, memberdayakan
supervisor/manager lini produksi,mampu mengantisipasi/melihat adanya situasi
kurang ‘aman’ dan menghilangkan yang kurang aman tersebut
4) Job
Rotation
5) Personal
protective equipment
6) Penggunaan
poster/propaganda
7) Perilaku
yang berhati-hati
I.
Program Keselamatan Kerja yang
Efektif
Program keselamatan kerja berjalan secara efektif jika:
J Didukung dari Manajemen Puncak
J Pelatihan memadai dalam masa
Orientasi mengenai keselamatan
J Pekerja yang sadar akan perlunya
‘safety’ dalam bekerja
J Lingkungan dan tempat kerja yang
aman
J.
Masalah Dalam Aspek Keselamatan
Kerja
Walaupun masalah
keselamatan kerja sudah dianggap penting dalam aspek kegiatan operasi namun
didalam pelaksanaannya masih saja ditemui hambatan serta kendala-kendala. Hambatan
tersebut ada yang bersifat makro (di tingkat nasional) dan ada pula yang
bersifat mikro (dalam perusahaan).
1. Masalah Makro
Di
tingkat nasional (makro) ditemui banyak faktor yang merupakan kendala yang
menyebabkan kurang berhasilnya program keselamatan kerja antara lain :
Ø Pemerintah
Masih dirasakan adanya kekurangan dalam masalah pembinaan (formal & non formal), bimbingan (pelayanan informasi, standar, code of pratice), pengawasan (peraturan, pemantauan / onitoring serta sangsi terhadap pelanggaran), serta bidang-bidang pengendalian bahaya.
Masih dirasakan adanya kekurangan dalam masalah pembinaan (formal & non formal), bimbingan (pelayanan informasi, standar, code of pratice), pengawasan (peraturan, pemantauan / onitoring serta sangsi terhadap pelanggaran), serta bidang-bidang pengendalian bahaya.
Ø Teknologi
Perkembangan teknologi perlu diantisipasi agar bahaya yang ditimbulkannya dapat diminimalisasi atau dihilangkan sama sekali dengan pemanfaatan ketrampilan di bidang pengendalian bahaya.
Perkembangan teknologi perlu diantisipasi agar bahaya yang ditimbulkannya dapat diminimalisasi atau dihilangkan sama sekali dengan pemanfaatan ketrampilan di bidang pengendalian bahaya.
Ø Sosial Budaya
Adanya
kesenjangan sosial budaya dalam bentuk rendahnya disiplin dan kesadaran
masyarakat terhadap masalah keselamatan kerja, kebijakan asuransi yang tidak
berorientasi pada pengendalian bahaya, perilaku masyarakat yang belum
sepenuhnya mengerti terhadap bahaya-bahaya yang terdapat pada industri dengan
teknologi canggih serta adanya budaya “santai” dan “tidak peduli” dari
masyarakat.
Faktor-faktor diatas ini akan ikut menentukan bentuk dan mutu penanganan usaha keselamatan di perusahaan.
Faktor-faktor diatas ini akan ikut menentukan bentuk dan mutu penanganan usaha keselamatan di perusahaan.
2. Masalah Mikro
Masalah
yang bersifat mikro yang terjadi di perusahaan antara lain terdiri dari :
Ø Kesadaran, dukungan dan keterlibatan
Kesadaran,
dukungan dan keterlibatan manajemen operasi terhadap usaha pengendalian bahaya
dirasakan masih sangat kurang. Keadaan ini akan membudaya mulai dari lapis
bawah sehingga banyak para karyawan memilki kesadaran keselamatan yang rendah,
disamping itu pengetahuan mereka terhadap bidang rekayasa dan manajemen
keselamatan kerja juga sangat terbatas.
Ø Kemampuan yang terbatas dari petugas keselamatan
kerja
Kemampuan
petugas keselamatan kerja dibidang rekayasa operasi, rekayasa keselamatan
kerja, manajemen pengendalian bahaya dirasakan sangat kurang sehingga merupakan
kendala diperolehnya kinerja keselamatan kerja yang baik.
Akibat daripada kekurangan ini terdapatnya kesenjangan antara makin majunya teknologi terapan dengan dampak negatif yang makin tinggi dengan kemampuan para petugas keselamatan kerja dalam mengantisipasi keadaan yang makin berbahaya.
Akibat daripada kekurangan ini terdapatnya kesenjangan antara makin majunya teknologi terapan dengan dampak negatif yang makin tinggi dengan kemampuan para petugas keselamatan kerja dalam mengantisipasi keadaan yang makin berbahaya.
Ø Standard, code of practice
Masih
kurangnya standard-standard dan code practice di bidang keselamatan kerja serta
penyebaran informasi di bidang pengendalian bahaya industri yang masih terbatas
akan menambah memperbesar resiko yang dihadapi.
K. Evaluasi
Program Keselamatan Kerja
Keberhasilan sebuah program keselamatan kerja bisa dilihat
dari beberapa indikator berikut ini:
ü Penurunan tingkat kecelakaan dan
penyakit yang terkait dengan pekerjaan, baik secara kuantitatif (frekuensi
kejadian) maupun kualitatif (berat- ringannya cedera/penyakit).
ü Penurunan jumlah waktu kerja yang
hilang akibat terjadinya kecelakaan kerja. produktivitas terjaga dan target
terpenuhi.
L.
Gangguan Terhadap Keselamatan kerja
Baik aspek fisik maupun
sosio-psikologis lingkungan pekerjaan membawa dampak kepada keselamatan kerja
salah satunya sebagai berikut:
a) Kecelakaan – Kecelakaan Kerja
Perusahaan – perusahaan tertentu
atau departemen tertentu cenderung mempunyai tingkat kecelakaan kerja yang
lebih tinggi dari pada lainnya. Beberapa karakteristik dapat menjelaskan
perbedaan tersebut
Ø Kualitas Organisasi
Tingkat kecelakaan berbeda secara
subtasial menurut jenis Industri
Ø Pekerja Yang Mudah Celaka
Sebagai ahli menunjuk pekerja
sebagai penyebab utama terjadinya kecelakaan. Kecelakan bergantung pada
perilaku pekerja, tingakt bahaya dalam lingkungan pekerja, dan semata – mata
nasib sial
Ø Pekerja Berperangai Sadis
Kekerasan di tempat pekerja
meningkatkan dengan pesat, dan perusahaan dianggap bertanggung jawab terhadap
hal itu
M. Pengertian
Kecelakaan Kerja
Kecelakaan Kerja (accident)
adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan
terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses. Juga
kecelakaan ini biasanya terjadi akibat kontak dengan suatu zat atau sumber
energi. Secara umum kecelakaan kerja dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
1) Kecelakaan industry (industrial accident) yaitu kecelakaan
yang terjadi ditempat kerja karena adanya sumber bahaya atau bahaya kerja.
2) Kecelakaan dalam perjalanan (community accident) yaitu kecelakaan
yang terjadi diluar tempat kerja yang berkaitan dengan adanya hubungan kerja.
N.
Strategi Mengurangi Kecelakaan Kerja
Setiap perusahaan sewajarnya memiliki strategi memperkecil
dan bahkan menghilangkan kejadian kecelakaan kerja guna meningkatkan keselamatn
kerja di kalangan karyawan sesuai dengan kondisi perusahaan. Strategi yang
perlu diterapkan perusahaan meliputi :
a) Pihak manajemen perlu menetapkan
bentuk perlindungan bagi karyawan dalam menghadapi kejadian kecelakaan kerja.
Misalnya karena alasan finansial, kesadaran karyawan tentang keselamatan kerja
dan tanggung jawab perusahaan dan karyawan maka perusahaan bisa jadi memiliki
tingkat perlindungan yang minimum bahkan maksimum.
b) Pihak manajemen dapat menentukan
apakah peraturan tentang keselamatan kerja bersifat formal ataukah informal.
Secara formal dimaksudkan setiap aturan dinyatakan secara tertulis,
dilaksanakan dan dikontrol sesuai dengan aturan. Sementara secara informal
dinyatakan tidak tertulis atau konvensi dan dilakukan melalui pelatihan dan
kesepakatan-kesepakatan.
c) Pihak manajemen perlu proaktif dan
reaktif dalam pengembangan prosedur dan rencana tentang keselamatan dan
kesehatan kerja karyawan. Proaktif berarti pihak manajemen perlu memperbaiki
terus menerus prosedur dan rencana sesuai kebutuhan perusahaan dan karyawan.
Sementara arti reaktif, pihak manajemen perlu segera mengatasi masalah
keselamatan dan kesehatan kerja setelah suatu kejadian timbul.
d) Pihak manajemen dapat menggunakan
tingkat derajad keselamatan dan kesehatan kerja yang rendah sebagai faktor
promosi perusahaan ke khalayak luas. Artinya perusahaan sangat peduli dengan
keselamatan dan kesehatan kerja.
Sesuai dengan strategi di atas maka
program yang diterapkan untuk menterjemahkan strategi itu diantara perusahaan
biasanya dengan pendekatan yang berbeda. Hal ini sangat bergantung pada kondisi
perusahaan. Secara umum program memperkecil dan menghilangkan kejadian
kecelakaan kerja dapat dikelompokkan : telaahan personal, pelatihan keselamatan
kerja, sistem insentif, dan pembuatan aturan penyelamatan kerja.
a) Telaahan Personal
Telaahan
personal dimaksudkan untuk menentukan karakteristik karyawan tertentu yang
diperkirakan potensial berhubungan dengan kejadian keselamatan kerja:
F faktor usia; apakah karyawan yang
berusia lebih tua cenderung lebih lebih aman dibanding yang lebih muda ataukah
sebaliknya;
F ciri-ciri fisik karyawan seperti
potensi pendengaran dan penglihatan cenderung berhubungan derajad kecelakaan
karyawan yang kritis, dan
F tingkat pengetahuan dan kesadaran
karyawan tentang pentingnya pencegahan dan penyelamatan dari kecelakaan kerja.
Dengan mengetahui ciri-ciri personal
itu maka perusahaan dapat memprediksi siapa saja karyawan yang potensial untuk
mengalami kecelakaan kerja. Lalu sejak dini perusahaan dapat menyiapkan
upaya-upaya pencegahannya.
b) Sistem Insentif
Insentif
yang diberikan kepada karyawan dapat berupa uang dan bahkan karir. Dalam bentuk
uang dapat dilakukan melalui kompetisi antarunit tentang keselamatan kerja
paling rendah dalam kurun waktu tertentu, misalnya selama enam bulan sekali.
Siapa yang mampu menekan kecelakaan kerja sampai titik terendah akan diberikan
penghargaan. Bentuk lain adalah berupa peluang karir bagi para karyawan
yang mampu menekan kecelakaan kerja bagi dirinya atau bagi kelompok karyawan di
unitnya.
c) Pelatihan Keselamatan Kerja
Pelatihan
keselamatan kerja bagi karyawan biasa dilakukan oleh perusahaan. Fokus
pelatihan umumnya pada segi-segi bahaya atau resiko dari pekerjaan, aturan dan
peraturan keselamatan kerja, dan perilaku kerja yang aman dan berbahaya.
d) Peraturan Keselamatan Kerja
Perusahaan
perlu memiliki semacam panduan yang berisi peraturan dan aturan yang
menyangkut apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh karyawan di
tempat kerja. Isinya harus spesifik yang memberi petunjuk bagaimana suatu
pekerjaan dilakukan dengan hati-hati untuk mencapai keselamatan kerja maksimum.
Sekaligus dijelaskan beberapa kelalaian kerja yang dapat menimbulkan bahaya
individu dan kelompok karyawan serta tempat kerja. Dalam pelaksanaannya perlu
dilakukan melalui pemantauan, penumbuhan kedisiplinan dan tindakan tegas kepada
karyawan yang cenderung melakukan kelalaian berulang-ulang.
Untuk menerapkan strategi dan
program di atas maka ada beberapa pendekatan sistematis yang dilakukan secara
terintegrasi agar manajemen program kesehatan dan keselamatan kerja berjalan
efektif berikut ini.
a.
Pendekatan
Keorganisasian
ü Merancang pekerjaan,
ü Mengembangkan dan melaksanakan
kebijakan program,
ü Menggunakan komisi kesehatan dan
keselamatan kerja,
ü Mengkoordinasi investigasi
kecelakaan.
b.
Pendekatan
Teknis
ü Merancang kerja dan peralatan kerja,
ü Memeriksa peralatan kerja,
ü Menerapkan prinsip-prinsip ergonomi.
c.
Pendekatan
Individu
ü Memperkuat sikap dan motivasi
tentang kesehatan dan keselamatan kerja,
ü Menyediakan pelatihan kesehatan dan
keselamatan kerja,
ü Memberikan penghargaan kepada
karyawan dalam bentuk program insentif.
Untuk menentukan apakah suatu
strategi efektif atau tidak, perusahaan dapat membandingkan insiden, kegawatan,
dan frekuensi penyakit – penyakit dan kecelakaan sebelum dan sesudah strategi
tersebut diberlakukan.
3) Memantau Tingkat Keselamtan Kerja
Mewajibkan
perusahaan – perusahaan untuk menyimpan catatan insiden – insiden kecelakaan yang
terjadi dalam perusahaan. Perusahaan juga mencatat tingkat kegawatan dan
frekuensi setiap kecelakaan tersebut.
a) Tingkat Insiden
Indeks
keamanan industri yang paling ekspilist adalah tingkat insiden yang
menggambarkan jumlah kecelakaan dan penyakit dalam satu tahun
b) Tingkat Frekuensi
Tingkat
frekuensi mencerminkan jumlah kecelakaan dan penyakit setiap satu juta jam
kerja bukan dalam tahunan seperti dalam tingkat insiden
c) Tingkat Kegawatan
Tingkat
kegawatan menggambarkan jam kerja yang hilang karena kecelakaan atau penyakit
4) Mengendalikan Kecelakaan
Cara
terbaik untuk mencegah kecelakaan dan meningkatkan keselamatan kerja barang
kali adalah dengan merancang lingkungan kerja sedemikian rupa sehingga
kecelakan tidak akan terjadi
5) Ergonomis
Cara
lain untuk meningkatakan keselamatan kerja adalah dengan membuat pekerjaan itu
sendiri menjadi lebih nyaman dan tidak terlalu melelahkan.
6) Divisi Keselamtaan Kerja
Strategi
lain dalam rangka mencegah kecelakaan adalah pemanfaatan divisi – divisi
keselamatan kerja.
7) Pengubahan Tingkah Laku
Mendorong
dilaksanakan kebiasaan kerja yang dapat mengurangi kemungkinan kecelakaan juga
dapat menjadi strategi yang sangat berhasil
Daftar pustaka